Laila Sari Artis Legendaris Indonesia Tiga Zaman Hiburan

Pada zaman awal mula pertelevisian indonesia, era tahun 90 an sampai kurang lebih 2000 an, pasti para generasi Baby Boomers sudah tidak asing dengan nama yang berkumandang Laila Sari. Aktris berbadan kecil punya suara khas serak dan sering hadir di layar kaca terkenal dengan celetukan jenaka tawa lepasnya. Rambut terang dandanan nyentrik menjadikan Laila stay eksis. Di balik tawanya yang sudah ia berikan bagi bangsa Indonesia banyak juga cerita haru perjuangan dari artis legendaris indonesia ini.

Beliau Laila Sari bukan sekedar pelawak ataupun penyanyi senior. Dalam sejarah hiburan Indonesia beliau hingga kini disebut sebagai Sang Bintang Tiga Zaman! Kariernya sudah membuat mempesona para penikmat dan layar lebar, dari sebelum kemerdekaan hingga masa emas kemerdekaan Indonesia.

Di tengah ingar-bingar sejarah hiburan Indonesia, nama Laila Sari tetap bersinar dengan caranya sendiri. Ia hadir bukan karena sensasi, tapi karena konsistensinya memberi hiburan yang jujur. Mulai dari bernyanyi di kampung-kampung, tampil di panggung sandiwara, hingga membintangi sinetron dan lawakan TV, semuanya dijalani dengan sepenuh hati.

Kali ini kita akan mengenang sosok Laila Sari—bukan sekadar lewat karya, tapi juga lewat cerita hidupnya yang menyentuh dan menginspirasi. Karena kisahnya bukan hanya milik masa lalu, tapi pelajaran penting buat kita hari ini tentang ketekunan, cinta pada pekerjaan, dan loyalitas terhadap seni.

Hidup di Panggung, Mati dalam Ketenaran yang Sepi

Laila Sari

Dari Anak Pasar hingga Diva Jalanan

Laila Sari lahir dengan nama lengkap Nur Laila Sari Jahrotuljannah di Padang Panjang, 4 November 1935. Masa kecilnya jauh dari kata mudah. Sejak kecil ia sudah terbiasa hidup berpindah-pindah dan bekerja keras. Ibunya adalah pedagang di pasar, dan Laila kecil sering membantu berdagang sambil belajar menyanyi secara otodidak.

Saat remaja, bakat menyanyinya mulai terdengar hingga ia diajak manggung dari satu acara ke acara lain. Dengan suara serak yang khas, ia mulai dikenal di kalangan panggung sandiwara dan hiburan keliling. Ia bukan lahir dari dunia glamor, tapi dari peluh jalanan yang menghidupkan semangat. Dan di sanalah cerita luar biasa seorang Laila Sari bermula.

Panggung Adalah Rumahnya

Sejak era 1950-an, Laila Sari mulai dikenal di berbagai panggung pertunjukan. Ia tampil bukan hanya sebagai penyanyi, tapi juga aktris dan komedian. Tak ada batas peran baginya. Ia bisa menyanyi dengan gaya rock ‘n roll, lalu muncul di pentas ludruk, dan seminggu berikutnya bermain di film drama.

Dalam banyak hal, Laila merepresentasikan sejarah hiburan Indonesia itu sendiri—penuh transisi, eksperimen, dan ketahanan. Dari masa sandiwara keliling, dunia film hitam putih, era kejayaan TVRI, hingga ledakan sinetron dan infotainment, ia tetap eksis. Nggak banyak seniman yang bisa melewati semua itu dan tetap dikenang.

Yang menarik, meski dikenal nyentrik dan lucu di depan kamera, kehidupan pribadinya jauh dari gemerlap. Ia merawat ibunya yang sakit bertahun-tahun dan tidak pernah merasa lelah. Baginya, keluarga adalah panggung sesungguhnya—yang tak pernah ia tinggalkan meski kariernya terus naik.

Dikenal, Tapi Tak Kaya

Ini bagian yang kadang bikin hati menghangat sekaligus terenyuh. Meski dikenal luas, Laila tidak hidup dalam kemewahan. Bahkan di usia senja, ia tinggal di gang sempit di kawasan Tangkiwood, Jakarta Barat. Rumahnya kecil, tapi penuh cerita.

Sebagai artis legendaris Indonesia, banyak orang mengira hidupnya nyaman. Tapi kenyataannya, ia tetap hidup sederhana dan mengandalkan job manggung untuk bertahan hidup. Namun, ia tidak pernah mengeluh. Bahkan ketika kondisi ekonomi sulit, ia tetap tampil ceria dan energik di layar kaca.

Di masa tuanya, ia sempat mendapat perhatian dari pemerintah dan komunitas seniman. Tapi seperti yang ia bilang dalam sebuah wawancara, “Saya nggak butuh dikasihani. Saya cuma butuh terus diberi kesempatan untuk menghibur.” Kalimat itu cukup untuk menunjukkan betapa besar cintanya pada dunia seni.

Dikenang Sebagai Energi Tanpa Batas

Satu hal yang selalu diingat orang dari Laila Sari adalah semangatnya yang nggak pernah habis. Bayangkan, di usia 70-an, dia masih tampil nyanyi dengan goyang energik dan tawa lantang. Ia seperti menolak tua, seakan-akan panggung adalah tempat ia tetap muda.

Penampilannya sering dianggap ‘berlebihan’ oleh sebagian orang. Tapi bagi mereka yang tumbuh bersama tayangan era 90-an dan awal 2000-an, Laila Sari adalah ikon. Dia bukan hanya artis, tapi juga pengingat bahwa dunia hiburan Indonesia punya warna yang lahir dari kejujuran, bukan hanya popularitas.

Dalam dunia yang makin terobsesi dengan pencitraan dan kesempurnaan, sosok Laila Sari justru tampil otentik. Ia tidak mencoba menjadi siapa-siapa, dan mungkin karena itu ia begitu membekas di hati penonton.

Tiga Zaman, Satu Semangat

Julukan “bintang tiga zaman” bukan hanya penghargaan, tapi pengakuan. Laila Sari pernah hidup di zaman revolusi budaya, era Orde Baru, dan masa reformasi. Ia menyaksikan bagaimana seni berubah, televisi berkembang, dan generasi berganti. Tapi ia tetap ada, dengan semangat yang tak pernah ikut redup.

Dalam buku-buku tentang sejarah hiburan Indonesia, nama Laila Sari tidak selalu muncul di bab utama. Tapi dalam ingatan kolektif masyarakat, dia adalah tokoh yang tak tergantikan. Sosok yang menjadi jembatan antara panggung rakyat dan media arus utama.

Setelah Tawa Itu Pergi

Laila Sari meninggal dunia pada 20 November 2017, tapi kepergiannya bukan akhir dari kisahnya. Justru di sanalah banyak dari kita mulai benar-benar melihat: bahwa perempuan kecil bersuara serak itu telah memberi begitu banyak warna bagi panggung hiburan tanah air. Lewat tawa, nyanyian, dan kejujuran yang nyaris langka di dunia hiburan hari ini.

Ia bukan sekadar artis legendaris Indonesia. Ia adalah saksi hidup dari babak-babak penting dalam sejarah hiburan Indonesia. Dari masa sandiwara keliling hingga era sinetron layar kaca, Laila tetap hadir tanpa kehilangan ciri khasnya. Ia tak pernah berganti wajah hanya demi bertahan. Ia justru bertahan karena tak pernah berganti wajah.

Di era di mana popularitas bisa dibangun lewat kontroversi dan sensasi, Laila Sari adalah pengingat bahwa ketulusan bisa tetap punya tempat. Bahwa jadi diri sendiri, setia pada panggung, dan mencintai seni dengan sepenuh hati—itu masih bisa dihargai.

Kini, rumah mungil di gang sempit yang dulu ia tinggali telah menjadi semacam monumen diam. Tapi lagu-lagunya, canda tawanya, dan sosoknya yang nyentrik akan selalu hidup di memori kita. Setiap kali kita melihat panggung hiburan yang penuh warna, mungkin ada satu sudut kecil yang masih menyimpan jejak Laila Sari di sana.

Karena sejatinya, bintang sejati tak pernah benar-benar padam. Ia hanya berpindah tempat—dari atas panggung, ke dalam hati orang-orang yang pernah ia hibur.

Kata Mereka Tentang Sang Bintang

“Laila Sari bukan hanya pelawak atau penyanyi, dia adalah pelita hiburan yang menyala bahkan saat semua panggung meredup. Energinya itu bukan dibuat-buat—itu murni dari hati,” ujar Butet Kartaredjasa, seniman teater dan pemerhati seni pertunjukan.

Senada dengan itu, aktor senior Deddy Mizwar pernah mengatakan, “Dia adalah simbol ketulusan di tengah dunia hiburan yang sering kali penuh kepalsuan. Sosok yang hadir bukan karena strategi, tapi karena kejujuran.”

Bahkan dalam banyak forum diskusi seni dan dokumentasi sejarah hiburan Indonesia, nama Laila Sari sering disebut sebagai penghubung antara era hiburan rakyat dan televisi modern. Ia adalah narasi hidup yang membuktikan bahwa kesetiaan terhadap seni bisa melampaui tren dan zaman.

Terima kasih sudah membaca sampai akhir. Untuk tulisan lain seputar seni budaya indonesia dan kehidupan kreatif, kamu bisa menjelajah dfranceinc.com, rumah dari blog d’art life.